Menyadari Masa Depan: Memberikan Pengharapan

Kita ini sebenarnya hidup, dan terus memaknai apa yang telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan. Mungkin kita hidup dalam kecemburuan terhadap orang lain, tentang bagaimana pencapaian orang lain lebih menggiurkan dibandingkan pencapaian kita sendiri. Tapi bukankah kehidupan harus berjalan dan memang ketakutan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan itu sendiri? Menyadari apa yang sebenarnya ingin dicapai pada masa depan merupakan usaha untuk memberikan pengharapan terhadap diri untuk menjadi manusia seutuhnya.

Memberikan pengharapan mungkin bagi sebagian orang adalah sesuatu yang tidak menyenangkan, bahkan diacuhkan, bukankah itu membuang waktu. Memberikan waktu pada titik yang tidak memungkinkan untuk hadir dalam kehidupan yang begitu bermakna. Kita ini sebenarnya apa? Sebenarnya bagaimana? Sebenarnya akan menuju apa? Bukankah semua itu adalah pengharapan semu untuk mencapai titik yang bahkan tidak disangka-sangka.

Menyadari masa depan tidak serta-merta menjadi bagian yang mudah. Kita memerlukan pengalaman terhadap kepahitan, kebahagiaan, kefanaan, bahkan penyadaran tentang siapa sebenarnya diri kita. Bukankah mendefinisikan kehidupan manusia selalu berbeda. Apa yang umum? Apa yang tidak menyenangkan untuk ditampilkan dalam eksistensi manusia itu sendiri. Menyadari kehidupan masa depan tidak menjadi baik apabila kita hanya sekedarnya saja memberikan pengetahuan tentang manusia itu sendiri.

Tentang bagaimana kita menyusuaikan diri untuk menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari dunia, akan bergantung pada prespektif yang hadir dalam pengalaman keseharian. Kita mungkin mengutuknya, mengatakan bahwa itu tidak adil, tidak sepadan dengan apa yang sebenarnya patut kita dapatkan. Tapi bukankah setiap keputusan yang diluar dari kuasa manusia untuk menjadi manusia adalah diluar dari kemampuan kita. Jadi seperti apa sebenarnya manusia itu bertindak sebagai manusia untuk mengarapkan masa depan?

Leave a comment