Kembalikan Niat, Mengajar Bukan Untuk Mencari Uang

Senin indah bersama perjalanan. Gunung Merbabu, mantan objek TA menemani sepanjang perjalanan. Ingat betul bahwa setiap tapakan disana, dalam bulan-bulan penelitian memang menyenangkan. Bahkan sampai pada titik jenuh, mau ngapain lagi di jalur pendakian Cuntel. Ya, bahkan mengorbankan 1 motor, yang menemani perjalanan lintas jawa. Thunder 110cc yang menyenangkan. Terima kasih.

Beralih ke objek Wedha’s Pop Art Portrait (WPAP), sebuah gaya yang in pada awal 2010. Mendefinisikan kembali pada tingkatan Thesis, dan menekankan bahwa WPAP merupakan Pop Art. Bersebrangan dengan itu, pernyataan WPAP sebagai portrait secara langsung ditabrakkan pada akarnya. Sebagai seni Ilustrasi, yang notabene mengikuti alur industri kreatif yang digadang-gadang mampu menjadi penopang ekonomi oleh banyak pekerja seni.

Oh iya, aku ini sebenarnya apa? Pengajar? Pembelajar? Ada banyak sekali pertanyaan, yang bertabrakan dengan kenyataan hidup. Pengajar yang penghasilannya untuk anak-anak masih harus pontang-panting, kiri-kanan? Atau sebenarnya aku hanya memuaskan diri sebagai pembagi ilmu, dan terus mencari jalan terbaik untuk belajar. Tapi bukankah menjadi guru adalah hal yang mulia, menyebarkan segala cara untuk kebaikan anak didiknya? Pahlawan tanpa tanda jasa, sampai-sampai harus berjualan untuk menutupi kebutuhannya.

Maka, setelah Disertasi ini ditandatangani, beberapa wejangan yang dilontarkan oleh promotor dan kopromotor adalah, menjadi pendidik, kalo memang itu menjadi tujuan, maka silahkan dinikmati sebagai pengalaman intelektual. Petualangan yang mengasyikkan, menjadi hal-hal yang menyenangkan untuk dipahami sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari hidup. Kita ini sebenarnya hanya berusaha, toh Allah yang akan mencukupkan segalanya. Butuh ke Cikarang, cukup. Butuh liburan, cukup. Pengen beli barang ini, cukup.

Meskipun secara paradoks, hal ini akan sejajar dengan kebutuhan hidup serta oli yang melancarkannya, mari sebut itu uang, dan harta. Dimana kedua tidak bisa secara langsung diandalkan dari mengajar. Apalagi kampus yang hampir untuk bertahan hidup saja cukup pedih, apalagi harus merelakan sebagian hartanya untuk meningkatkan kualitas. Tapi bukan manusia kalo memang tidak penuh dengan cobaan. Maka, sebaiknya memang teguhkan niat. Kalau memang pada titik ini harus diperjuangkan, maka perjuangkan. Karena kita tidak tau bagaimana akhir dari kehidupan ini kelak, tetapkan hati untuk bersabar, dan terus berdiskusi. Mari kembalikan niat itu. Niat menjadi pembelajar, pemikir, dan juga tajir serta dicukupkan dengan berkah dari Allah. Aamiin.

Leave a comment