Membaca Roland Barthes Kembali

Ujain Terbuka hari ini memberikan gambaran umum terkait penggunaan Barthes dalam konstruksi kajian fotografi. Bentuknya yang begitu menyenangkan untuk dipahami. Bahwa sebenarnya kita memiliki cara untuk melihat simbol bukan hanya sebagai simbol, namun juga pemaknaan yang berarti pada mitos belaka. Namun mencari bentuk punctum, lapis kedua dari kajian semiotika.

Fetitisme menjadi konsep yang dibongkar dalam karya Salonfoto Indonesia. Lebih dari 200 karya fotografi dianalisis untuk melihat bagaimana punctum yang hadir. punctum adalah aspek yang membuat sebuah foto menjadi unik dan pribadi, sesuatu yang tidak dapat dijelaskan oleh studium atau pengetahuan umum. Barthes memperkenalkan konsep ini untuk menjelaskan pengalaman kompleks saat melihat foto yang melibatkan sejumlah reaksi dan emosi dari pemirsa yang menikmati karya fotografi. Yang sebenarnya konsep ini untuk menganalisis film. Bentuknya yang begitu cair memungkinkan pengguna metode ini memahami makna foto yang ‘menganggu’.

Melihat lebih jauh nilai seni yang hadir pada pengalaman menikmati bentuk foto, kita bisa melihat tentang tidak hanya konotasi dan denotasi yang hadir. Foto menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari bagaimana sebuah momen ruang dan waktu sebenarnya diciptakan. Hal ini senada dengan apa yang dimaksud dengan pembentukan horizon baru dalam pengetahuan, bahwa sebenarnya kita membuat analisis yang menjadikan sebuah makna hadir dalam sebuah karya seni.

Bentuk foto ini apabila dihadirkan dalam pengetahuan yang baik, maka akan membentuk makna untuk dapat menjadi penghayatan terhadap manusia terhadap dunia yang membentuknya. Apakah kemudian ini menjadi penting untuk dihadirkan dalam pengetahuan? Tentu bagaimana proses kreasi artistik tidak berhenti pada pengetahuan tentang bagaiamana sesuatu ada? Bagaimana ketidakpengertian tentang apa yang hadir dalam pemikiran manusia tentang kenyataan yang ada dalam sebuah foto maupun sebuah film untuk membentuk diri.

Pembentukan diri melalui lensa menjadikan pemikiran kita akan menerawang lebih jauh bagaimana imaji yang akan hadir dalam pengetahuan-pengetahuan tentang foto itu sendiri. Bagaimana sebuah proses fotografi sebenarnya merupakan penampakan kenangan dalam ruang dan waktu foto tersebut hadir. Apakah kemudian pengalaman ini akan menjadi sama, atau lebih dari itu, abstraksi dalam foto tidak sama dengan bentuk karya seni.

Menjadi bagian dari punctum merupakan akhir yang menyenangkan dalam seni fotografi. Bentuknya tentang apa yang baik untuk menjadi manusia, tentang bagaimana ide bergerak dan berhenti. Sebenarnya pemikiran kita layaknya punctum yang hadir dalam pemikiran Barthes. Tentang bagaimana bentuk yang seharusnya terus bergerak harus berhenti karena dalam foto kita bersama dengan kenangan dan terus bergerak dalam pengetahuan pengalaman keseharian. Hal ini juga berkaitan erat dengan bagimana pemebentukan pengalaman dalam pembuatan karya seni yang nantinya membentuk ekspresi estetis tentang apa yang baik, tentang apa yang tidak menyenangkan dari pemikiran manusia.

Apakah kemudian kita akan menyerah pada kenangan-kenangan yang banyak. Informasi yang banyak, maka ukuran penghayatan perlu memberikan cara bacanya tersendiri. Tentang refleksi yang nantinya membentuk diri, tentang bagaimana sebenarnya kita menunjukkan siapa makan yang tersirat pada pengetahuan manusia, dan penghayatan seperti apa yang berubah pada sikap manusia tentang apa yang hadir disekitarnya.

Bentuk ini merupakan sesuatu yang sebenarnya memusingkan, namun menyenangkan dalam kematian pengetahuan. Apa yang akhirnya kita percaya untuk membentuk diri, tentang bagaimana kehidupan yang baik. Selamat untuk Dr.Sn. Hartono Karnadi, selamat atas gelar barunya, dan semoga ada kehidupan pemikiran baik dalam pemikiran tentang fotografi Indonesia.

Ruang dan Waktu dalam Seni

Pembentukan definisi tentang seni perlu memahami pada tataran apa sebenarnya kita berdiri, dan berdiskusi dengan seni. Bagaimana bentuk seni yang sebenarnya hadir dalam kehidupan kita. Maka konsep ruang dan waktu dalam seni perlu diperhatikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan berkesenian. Dunia seni memiliki cara hidupnya tersendiri. Apabila hadir dalam pengetahuan yang begini-begini saja, tentu ruang berkesenian ini menjadi penting untuk memahami bagaimana interaksi yang hadir dalam pengetahuan itu sendiri.

Waktu memiliki dua definisi khusus. Waktu yang memang kita alami dalam perputaran waktu hari-hari, jam, detik. Dan waktu yang dinikmati ketika kita mengalami sesuatu. Toh pada akhirnya waktu itu akan berbalik pada definisi tentang kemewaktuan itu sendiri. Bentuk definisi ini, sepertinya perlu kita selesaikan dengan urusan yang teknis untuk mendefinisikannya. Apakah memang ruang dan waktu yang diberikan merupakan ruang dan waktu yang sebenarnya. Atau sebenarnya diskusi diluar dari ruang dan waktu ketika kesenian hadir, merupakan hal yang penting untuk diselesaikan dengan begini saja? Apakah memang kita terpatok pada definisi tentang ruang dan waktu pada bentuk komunikasi tertentu. Apakah kita bergerak dalam bidang yang tidak penting pada akhirnya.

Ruang dan waktu seni akan sangat spesifik, tergantung agen apa yang hadir dalam pengetahuan dan beriteraksi untuk membedah pengetahuan itu sendiri. Bentuk kemewaktuan dalam ruang seni tidak bisa hadir dalam pemikiran yang begini-begini saja. Namun perlu memperhatikan apa yang sebenarnya dihayati sebagai bagian dari kontemplasi kehidupan. Bagaimana bentuk perubahannya, bagaimana bentuk pengetahuan yang hadir dalam seni. Ruang dan waktu seni akan berkorelasi dengan makna memang, namun makna ini dihayati sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pengetahuan manusia. Apakah memang kita memerlukan ruang seni yang proper untuk mengatakan bahwa itu seni?

Akhir Pembelajaran

Perpisahan sebenarnya tidak menyenangkan untuk dialami. Tentu ini memberikan gambaran penting untuk memahami apa yang kita sebut sebagai pengetahuan manusia itu sendiri. Toh memang harus berpisah ketika harus mengawali sesuatu, bukan? Kita perlu memperhatikan apa yang penting dari perpisahan itu sendiri. Bentuk akhir pembelajaran akan selalu berubah-ubah. Kemudian kita akan merasakan sepertinya.

Tapi apakah kemudian kita selalu berkutat pada pengetahuan itu sendiri. Sebagai pengawal dari kebahagiaan, maka tantangan ini merupakan tantangan yang entah akan seperti apa pada akhirnya. Setiap akhir pembelajaran, evaluasi akan terus dilakukan untuk menjadikan pengetahuan ini lebih kuat. Semakin kuat malah.

Bentuk pengetahuan yang sesuai target Capaian Pembelajaran, tapi apakah kemudian ini bermanfaat untuk masyarakat secara umum. Atau bahkan kita tidak pernah mengetahuai kemana akan menyelesaikan kehidupan dengan baik. Tapi apakah memang kita benar-benar menyelesaikan akhir pembelajaran ini?

Keterbatasan Manusia Dengan Batas Dirinya

Apa yang mungkin disadari sebagai manusia yang penuh dengan makna? Apakah kemudian kita bisa bertanya pada diri sendiri tentang apa yang kita pahami. Penyadaran tentang siapa diri kita, merupakan penyadaran yang mungkin tidak pernah dihadapkan pada orang-orang yang tidak atau mungkin hampir tidak pernah memikirkan konstruksi pemikiran. Bahasa ini terlalu terbatas untuk mengeksplorasi bentuk pikiran itu sendiri.

Tentu ini berkaitan dengan apa yang terbatas pada pemikiran kita, pada jari-jari yang mengetik hal ini. Apakah kemudian mungkin kita tau kemana arah pengetahuan kita sendiri. Tentu dengan pelbagai permasalahan hidup yang terus bergerak memiliki tantangan yang tidak baik untuk menjadi manusia. Kita berbatas pada ruang dan waktu sebenarnya. Karena hakikat keberadaan kita hanya bisa didefinisikan sebagai manusia ketika kita dianggap sebagai manusia. Yang sama dengan yang lain, yang makan, yang berpikir, yang juga mengatakan apa yang penting untuk kita sadari.

Bahkan, ketika kita tidak lagi memiliki waktu yang tepat untuk memahami kehidupan, kita akan selesai dengan begitu-begitu saja. Akankah kita sebenarnya tidak menyadari bahwa kita terbatas oleh ketubuhan, pemikiran, dan juga cara berpikir kita? Toh akhirnya segala argumentasi adalah bagian penting untuk memahami bahwa kita ada, dan bukan ketiadaan. Bagaimana menginfluent manusia untuk sdadar sebagai manusia yang entah akan seperti apa pada akhirnya. Tentu ini berakibat pada apa yang kita sebut sebagai keterbatasan, bahwa diri ini terbatas, maka kita membutuhkan orang lain untuk memahami batas lain. Melebarkan horizon, dan menjadi lebih bijaksana. Apakah kita ini cukup dengan pengetahuan kita? Toh ukurannya bukan pada betul atau tidak dalam perspektif kesadaran masyarakat, namun dari bagaimana kita memahami diri yang terus terbiasa memperbaiki diri.

Bergerak Dalam Pengetahuan

Tanggungjawab seorang pemikir tidak hanya berkutat pada rencana-rencana yang terus menerus hadir dalam kepala. Bentuk pengetahuan yang nantinya membentuk diri merupakan istilah lain yang harus diselesaikan dalam pengetahuan itu sendiri. Maka, mencari pertanyaan-pertanyaan penelitian yang baik adalah bagian yang tidak lepas dari kehidupan.

Apakah kemudian kita hanya bergerak dalam bidang-bidang yang kita ketahui? Tidak. Tentu tidak, apa yang baik untuk diri, untuk masa depan. Apakah memang kita ini sebenarnya sedang dalam pengetahuan itu sendiri. Tentang apa yang baik untuk kita ketahui. Untuk menjadi yang tidak terbantahkan? Bahkan kepercayaan tentang apa yang baik untuk diri. Tentang apa yang nantinya membentuk diri, tidak juga bergerak dalam bidang-bidang yang penting. Dalam kajian ini, aku berseteru dengan pikiranku membentuk penelitian macam apa yang baik untuk diselesaikan.

Apakah memang kita ini sebenarnya adalah bentuk yang tidak pasti. Apakah memang kita tidak bergerak dalam pengetahuan yang baik untuk masa depan. Apakah memang yang kita pikirkan adalah bentuk pengetahuan itu sendiri. Apakah nantinya ini akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pengetahuan manusia. Tentang bergerak dalam pengetahuan, secara ontologi, kita perlu mempertanyakan apa yang kita yakini. Dalam pemikiran ini, seni menjadi penting untuk diselesaikan, meskipun kita tau bahwa itu tidak akan selesai. Bentuk yang begitu beragam, membuat kita akan bergerak dalam bidang-bidang yang tidak biasa. Apa penanda dan petanda yang penting dalam pergerakan kita dalam pengetahuan itu sendiri.

Menyadari diri pada pusaran ini tidaklah mudah. Pelbagai rintangan menara gading yang harus didefinisikan, dievaluasi kembali, akan membuat pengetahuan tidak hanya sekedar bentuk-bentuk yang penting pada akhirnya. Apakah memang kita perlu menyelesaikan kehidupan dengan begini-begini saja?. Kemana arah pengetahuan itu sendiri? Dalam bentuk apa pengetahuan tidak bergerak dalam pengetahuan. Bagaimana bentuk medan, dan juga waktu untuk memahami pengetahuan itu sendiri. Pertanyaan-pertanyaan filosofis tentang apa yang penting untuk diri, untuk masyarakat secara umum. Untuk membentuk pengetahuan adalah tantangan yang entah akan baik atau buruk untuk masa depan.

Terima Kasih, Tubuh dan Jiwa, Kalian Hebat!

Terkadang kita lupa bahwa kehidupan yang kita jalani merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ketubuhan. Penenggelaman kita dalam pemahaman tentang tubuh akan terus tumbuh seiring berjalan dengan waktu. Entah apa yang akan terjadi pada depan. Meskipun kita tidak tau, bahwa ketubuhan adalah bagian yang penting untuk kita nikmat.

Mereka ada dalam pemikiran, mereka mengikuti apa yang kita lakukan, dan mereka menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Maka, melalui tulisan ini saya mengucapkan terima kasih. Toh tanpa kalian, pemikiran-pemikiran ini hanya wacana belaka. Hanya bagian yang tidak penting dalam kehidupan manusia. Kalian hebat!

Mampu bertahan dalam kepulan asap. Mampu bertahan dalam pemikiran kritis tentang hidup. Mampu bertahan dari teori dan konsep yang entah aku tidak tau akan sampai mana akarnya. Bentuk-bentuk ini yang sepertinya menarik untuk melihat lebih jauh pada tataran yang tidak disangka-sangka. Apakah kemudian kita hanya berbekal apa yang penting, apa yang tidak penting dalam alam pikir.

Ternyata tidak, kita perlu berterima kasih.

Pendidikan: Proses Mendidik Diri, dan Orang Lain

Education. Apa hakikat dari pendidikan itu sendiri? Apakah memang menjalani pendidikan berarti memintarkan diri. Untuk dapat terus menimba ilmu, terus menempa apa yang seharusnya ditempa. Apakah memang kita perlu memikirkan kembali tentang apa yang penting untuk diri pada pendidikan. Ijazah sepertinya menjadi penting untuk diperhatikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari manusia. Ya, pendidikan hari ini lebih berprespektif untuk mencari gelar, mencari ijazah. Apakah kemudian pendidikan harus sepenting itu untuk mendapatkan pengakuan?

Kita sebenarnya tidak penting untuk memikirkan bagaimana sistem pendidikan yang baik untuk manusia itu sendiri apakah memang kita ini sebenarnya tidak terlalu penting untuk memahami apa yang kita pikirkan. Bagaimana bentuk akhir dari pendidikan jika hanya simbol melalui ijazah yang penting untuk dikejar. Apatis sekali sepertinya. Apakah memang pendidikan sedangkal itu. Serendah itu untuk melihat bagaimana bentuk pendidikan itu sendiri.

Hakikatnya pendidikan adalah mendidik diri sebenarnya, berproses menjadi tidak biasa, tidak pula berdiam diri dengan masalah-masalah masyarakat. Maka ada pendidikan orang tertindas Paulo Friere, yang nantinya membentuk prespektif kiri tentang bagaimana sebuah pendidikan harus muncul dari akar rumput. Sebuah teori yang disajikan dengan cerita sederhana dibalik penjara. Sedangkan aku tetap duduk dibelakang kebon memikirkan apa hakikat pendidikan yang aku sendiri hampir tidak tau apa yang aku pikirkan ini bermanfaat untuk banyak orang atau tidak.

Bagaimana sebenarnya fungsi pendidikan bukan hanya sekedar komoditas, namun juga bagian integral untuk memahami bagaimana dunia bekerja. Mencari pengetahuan, dan memproduksinya menjadi teori yang mudah dipahami oleh banyak orang. Tentang kata-kata yang entah akan seperti apa, sepertinya aku sendiri masih banyak belajar membumikan teori tanpa harus mengurangi esensi. Tapi itu sulitnya bukan main. Memahamkan cara kerja Grouded Theory saja rasa-rasa mau putus harapan. Belum tentang led-research, ataupun fenomenologi. Lebih-lebih hermeneutik yang menjadi tidak penting akhir-akhirn ini. Apa pengetahuan yang diproduksi dari pendidikan?

Kecuali hanya ketiadaan, keputusasaan, dan pupus harapan.

Melewati Sinusitus

Itu adalah penyakit yang cukup menyiksa dibandingkan dengan penyakit asam urat, yang disebabkan karena tumpukan purin dalam sendi. Emang keknya kalo mikir berat itu selalu ada yang mendampingi penyakitnya. Banyak temen yang juga memiliki penyakit dalam yang mendampingi mereka berpikir.

Apakah memang manusia selalu disertai dengan penyakit untuk dapat mengingat enaknya sehat. Untuk dapat memberikan gambaran jelas tentang masa depan yang penuh dengan ketidaksempuranaan. Tentu ini juga berkaitan dengan tubuh yang selalu membutuhkan perawatan, tidak hanya perawatan untuk kinclongin muka atau badan. Tapi juga perawatan atas penyakit-penyakit yang hari ini datang dan pergi.

Apakah kemudian aku tergerus pada pemahaman bahwa kehidupan harus begini-begini saja? Aku selalu berpikir melewati sakitnya kepala disertai sakit gigi karena sinusitas adalah bagian yang tidak begitu saja hadir. Apakah memang kita terus akan berseteru tentang apa yang menyakiti kita? Toh akhirnya aku harus menerimanya, bukankah sebenarnya itu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia itu sendiri. Apakah memang kita selalu akan hadir dalam pemikiran yang baik untuk manusia? Ataukah sebenarnya kita tidak berbuat apapun?

Kabeh Tak Kiro Gampang: Ternyata Diri yang Menjadi Tantanan

Kesalahan. Kesalahan. Kesalahan. Merupakan ketidakhadiran manusia. Enam bulan yang panjang sejak masalah yang sama tidak diselesaikan. Dan tetap dilakukan. Ya, aku salah. Tidak ada tapi dalam kesalahan. Tetap salah dan aku meminta maaf. Apakah kemudian harus dimaafkan? Aku tidak tau perasaan yang ada pada dirinya yang mungkin tidak memaafkan kesalahanku. Tentu ini merupakan hal yang kronis dalam diri untuk dipertanyakan kembali. Apakah aku memang menjalani kehidupan yang baik untuk masa depan.

Aku harus berbenah dalam struktur logika yang nantinya membentuk diri. Bentuk yang mungkin tidak penting lagi untuk menyelesaikan kehidupan. Pertanyaan-pertanyaan kritis harus terus dimunculkan dengan apa semua ini diperjuangkan. Apakah sebuah bentuk keseriusan, atau lebih dari itu, bentuk ketidakpastian. Maka, maafkan aku sayang.

Arena Pertarungan Baru: Perebutan Intelektual Seni

Aroma-aromanya kita akan bertarung dalam posisi yang tidak adil. Mereka yang baru saja datang sepertinya akan bergerak dalam wilayah yang mungkin tidak pernah dibayangkan. Tentang arena permainan baru dalam seni. Aku sendiri mempersiapkan senjata terbaik untuk mengikuti kompetisi dalam perebutan intelektual seni. Bentuk seni yang begitu beragam, tentu ini memberikan ruang gerak yang begitu beragam, begitu memainkan psikologi manusia. Menuju apa sebenarnya kita akan bermuara. Tentang apa yang baik, tentang apa yang bermanfaat untuk banyak orang.

Apakah kemudian kita akan diam untuk tidak mengatakan sesuatu. Tidak pula kita benar-benar memahami arena bermain yang nantinya membentuk diri. Yang nantinya memberikan dampak bagi orang banyak. Guru besar-guru besar yang telah mendahului kehidupan ini sepertinya mengamini apa yang aku harapkan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pengetahuan. Standar berpikir logis yang nantinya membawa kita pada kepercayaan tentang sebuah akademis nyata, tanpa plagiasi, begitu pesat perubahan yang akan terjadi.

Terutama dalam dunia seni yang baru-baru ini dipelajari. Practice-led Research, Practice-based Research, perlu melihat kembali bagaimana konsekuensi metodologis yang akan menaunginya. Apakah memang nantinya penting untuk dikembangkan dalam wilayah metodologi. Apakah kemudian kita akan berkutat pada pemikiran yang mempertanyakan ontologis, tentang epistemologis, dan tentang axiologis yang bermanfaat untuk banyak orang.

Apakah kemudian arena ini memang tidak menjatuhkan. Aku pikir semua akan tergerak pada sisi yang tidak pernah kita sangka. Kita duga sebagai bagian dari kehidupan berpikir seni. Apakah nantinya ini akan benar-benar menarik, atau sebenarnya kita akan gagap menghadapi kehidupan yang baik ini.

Tentang penghidupan yang akhir-akhir ini menghantui tentang apa yang baik untuk diri, tentang manusia yang baik untuk menyelesaikan pengetahuan. Tentang bagaimana kita menyelesaikan apa yang kita mulai. Tentang bagaimana sikap kita dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan ketidakpastian ini. Apakah ini sikap pesimis? Tidak juga, aku selalu optimis apa yang berproses, maka mereka akan menuai hasil dari proses itu. Meskipun hasil yang diharapkan tidak manis, dan juga tidak penting untuk dikatakan sebagai temuan. Apakah memang kita ini penting dalam medan yang penuh intrik ini?