Ujain Terbuka hari ini memberikan gambaran umum terkait penggunaan Barthes dalam konstruksi kajian fotografi. Bentuknya yang begitu menyenangkan untuk dipahami. Bahwa sebenarnya kita memiliki cara untuk melihat simbol bukan hanya sebagai simbol, namun juga pemaknaan yang berarti pada mitos belaka. Namun mencari bentuk punctum, lapis kedua dari kajian semiotika.
Fetitisme menjadi konsep yang dibongkar dalam karya Salonfoto Indonesia. Lebih dari 200 karya fotografi dianalisis untuk melihat bagaimana punctum yang hadir. punctum adalah aspek yang membuat sebuah foto menjadi unik dan pribadi, sesuatu yang tidak dapat dijelaskan oleh studium atau pengetahuan umum. Barthes memperkenalkan konsep ini untuk menjelaskan pengalaman kompleks saat melihat foto yang melibatkan sejumlah reaksi dan emosi dari pemirsa yang menikmati karya fotografi. Yang sebenarnya konsep ini untuk menganalisis film. Bentuknya yang begitu cair memungkinkan pengguna metode ini memahami makna foto yang ‘menganggu’.
Melihat lebih jauh nilai seni yang hadir pada pengalaman menikmati bentuk foto, kita bisa melihat tentang tidak hanya konotasi dan denotasi yang hadir. Foto menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari bagaimana sebuah momen ruang dan waktu sebenarnya diciptakan. Hal ini senada dengan apa yang dimaksud dengan pembentukan horizon baru dalam pengetahuan, bahwa sebenarnya kita membuat analisis yang menjadikan sebuah makna hadir dalam sebuah karya seni.
Bentuk foto ini apabila dihadirkan dalam pengetahuan yang baik, maka akan membentuk makna untuk dapat menjadi penghayatan terhadap manusia terhadap dunia yang membentuknya. Apakah kemudian ini menjadi penting untuk dihadirkan dalam pengetahuan? Tentu bagaimana proses kreasi artistik tidak berhenti pada pengetahuan tentang bagaiamana sesuatu ada? Bagaimana ketidakpengertian tentang apa yang hadir dalam pemikiran manusia tentang kenyataan yang ada dalam sebuah foto maupun sebuah film untuk membentuk diri.
Pembentukan diri melalui lensa menjadikan pemikiran kita akan menerawang lebih jauh bagaimana imaji yang akan hadir dalam pengetahuan-pengetahuan tentang foto itu sendiri. Bagaimana sebuah proses fotografi sebenarnya merupakan penampakan kenangan dalam ruang dan waktu foto tersebut hadir. Apakah kemudian pengalaman ini akan menjadi sama, atau lebih dari itu, abstraksi dalam foto tidak sama dengan bentuk karya seni.
Menjadi bagian dari punctum merupakan akhir yang menyenangkan dalam seni fotografi. Bentuknya tentang apa yang baik untuk menjadi manusia, tentang bagaimana ide bergerak dan berhenti. Sebenarnya pemikiran kita layaknya punctum yang hadir dalam pemikiran Barthes. Tentang bagaimana bentuk yang seharusnya terus bergerak harus berhenti karena dalam foto kita bersama dengan kenangan dan terus bergerak dalam pengetahuan pengalaman keseharian. Hal ini juga berkaitan erat dengan bagimana pemebentukan pengalaman dalam pembuatan karya seni yang nantinya membentuk ekspresi estetis tentang apa yang baik, tentang apa yang tidak menyenangkan dari pemikiran manusia.
Apakah kemudian kita akan menyerah pada kenangan-kenangan yang banyak. Informasi yang banyak, maka ukuran penghayatan perlu memberikan cara bacanya tersendiri. Tentang refleksi yang nantinya membentuk diri, tentang bagaimana sebenarnya kita menunjukkan siapa makan yang tersirat pada pengetahuan manusia, dan penghayatan seperti apa yang berubah pada sikap manusia tentang apa yang hadir disekitarnya.
Bentuk ini merupakan sesuatu yang sebenarnya memusingkan, namun menyenangkan dalam kematian pengetahuan. Apa yang akhirnya kita percaya untuk membentuk diri, tentang bagaimana kehidupan yang baik. Selamat untuk Dr.Sn. Hartono Karnadi, selamat atas gelar barunya, dan semoga ada kehidupan pemikiran baik dalam pemikiran tentang fotografi Indonesia.