Kabeh Tak Kiro Gampang: Ternyata Diri yang Menjadi Tantanan

Kesalahan. Kesalahan. Kesalahan. Merupakan ketidakhadiran manusia. Enam bulan yang panjang sejak masalah yang sama tidak diselesaikan. Dan tetap dilakukan. Ya, aku salah. Tidak ada tapi dalam kesalahan. Tetap salah dan aku meminta maaf. Apakah kemudian harus dimaafkan? Aku tidak tau perasaan yang ada pada dirinya yang mungkin tidak memaafkan kesalahanku. Tentu ini merupakan hal yang kronis dalam diri untuk dipertanyakan kembali. Apakah aku memang menjalani kehidupan yang baik untuk masa depan.

Aku harus berbenah dalam struktur logika yang nantinya membentuk diri. Bentuk yang mungkin tidak penting lagi untuk menyelesaikan kehidupan. Pertanyaan-pertanyaan kritis harus terus dimunculkan dengan apa semua ini diperjuangkan. Apakah sebuah bentuk keseriusan, atau lebih dari itu, bentuk ketidakpastian. Maka, maafkan aku sayang.

Arena Pertarungan Baru: Perebutan Intelektual Seni

Aroma-aromanya kita akan bertarung dalam posisi yang tidak adil. Mereka yang baru saja datang sepertinya akan bergerak dalam wilayah yang mungkin tidak pernah dibayangkan. Tentang arena permainan baru dalam seni. Aku sendiri mempersiapkan senjata terbaik untuk mengikuti kompetisi dalam perebutan intelektual seni. Bentuk seni yang begitu beragam, tentu ini memberikan ruang gerak yang begitu beragam, begitu memainkan psikologi manusia. Menuju apa sebenarnya kita akan bermuara. Tentang apa yang baik, tentang apa yang bermanfaat untuk banyak orang.

Apakah kemudian kita akan diam untuk tidak mengatakan sesuatu. Tidak pula kita benar-benar memahami arena bermain yang nantinya membentuk diri. Yang nantinya memberikan dampak bagi orang banyak. Guru besar-guru besar yang telah mendahului kehidupan ini sepertinya mengamini apa yang aku harapkan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pengetahuan. Standar berpikir logis yang nantinya membawa kita pada kepercayaan tentang sebuah akademis nyata, tanpa plagiasi, begitu pesat perubahan yang akan terjadi.

Terutama dalam dunia seni yang baru-baru ini dipelajari. Practice-led Research, Practice-based Research, perlu melihat kembali bagaimana konsekuensi metodologis yang akan menaunginya. Apakah memang nantinya penting untuk dikembangkan dalam wilayah metodologi. Apakah kemudian kita akan berkutat pada pemikiran yang mempertanyakan ontologis, tentang epistemologis, dan tentang axiologis yang bermanfaat untuk banyak orang.

Apakah kemudian arena ini memang tidak menjatuhkan. Aku pikir semua akan tergerak pada sisi yang tidak pernah kita sangka. Kita duga sebagai bagian dari kehidupan berpikir seni. Apakah nantinya ini akan benar-benar menarik, atau sebenarnya kita akan gagap menghadapi kehidupan yang baik ini.

Tentang penghidupan yang akhir-akhir ini menghantui tentang apa yang baik untuk diri, tentang manusia yang baik untuk menyelesaikan pengetahuan. Tentang bagaimana kita menyelesaikan apa yang kita mulai. Tentang bagaimana sikap kita dalam menjalani kehidupan yang penuh dengan ketidakpastian ini. Apakah ini sikap pesimis? Tidak juga, aku selalu optimis apa yang berproses, maka mereka akan menuai hasil dari proses itu. Meskipun hasil yang diharapkan tidak manis, dan juga tidak penting untuk dikatakan sebagai temuan. Apakah memang kita ini penting dalam medan yang penuh intrik ini?

Apa yang Menjadi Penting dalam Perjalanan?

Aku tidak bergerak dalam bidang yang penting dalam kehidupan. Bahkan untuk pengetahuan aku hanya berkutat pada pemikiran filosofis tentang seni. Tapi apakah kemudian seni itu penting? Tidak penting-penting amat sebenarnya. Bentuknya yang terus menerus berubah. Berkorelasi dengan kebutuhan zaman. Tentang bagaimana bentuk seni terus menerus berubah sekedar menjadi tidak penting pada akhirnya.

Apakah kemudian dalam perjalanan ini harus menyerah, harus sesuai dengan bentuk yang tidak disangka-sangka tentang seni itu sendiri. Tentang bagaimana kita memahami pekerjaan bukan hanya pekerjaan. Tentang memahami seni tidak hanya berbentuk formal seni, tapi juga esensi dalam seni yang notabene ada disekitar kita. Apakah kita akan selesai dengan begini-begini saja.

Lalu, apa yang nantinya penting dalam perjalanan, dalam memahami kehidupan yang tidak pasti pada masa depan. Hari inipun aku mencoba untuk memahami kembali apa arti perjalanan sebenarnya. Setahun lalu aku berjuang untuk mendapatkan gelar tertinggi secara formal. Tapi justru aku menemukan kekosongan dalam setahun terakhir tentang apa yang selama ini aku lakukan. Bukankah sebenarnya kita tidak menjadi penting pada akhirnya untuk membentuk diri, untuk terus mempertanyakan apa yang penting dalam kehidupan. Apakah ini yang nantinya membentuk diri pada pemahaman baru, pemahaman tentang apa yang perlu kita evaluasi kembali.

Perjalanan melakukan itu, perenungan bahwa kita bukan apa-apa, bukan siapa-siapa perlu dipahamkan untuk menyelesaikan sebuah tulisan penting untuk manusia. Apakah metodologi yang selama ini aku pahami merupakan hal penting. Apakah tulisan-tulisan sampahku perlu didaur ulang untuk membentuk pengalaman baru. Apakah kemudian kita tidak perlu memahami apa yang kita sebut sebagai pertemuan itu sendiri. Apakah bentuk-bentuk kehidupan harus berakhir pada kematian?

Perjalanan memiliki jalan untuk memahamkan manusia tentang realita. Tentang apa yang kita pahami sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pengetahuan. Tentu ini berakar pada apa yang juga kita pahami sebagai pra-pemahaman. Tentang apa yang penting untuk diri ini, dan tentang seberapa jauh kita berjalan dan memahami. Proses perjalanan yang begitu beragam, kadang kita juga kehabisan energi untuk kembali menelaah, meromantisasi apa yang nantinya menjadikan kita tidak penting pada akhirnya.

Dan juga menjadi sampah yang tidak perlu diperhatikan. Bukankah sebenarnya kita menjalani perjalanan itu sendiri. Untuk menjadi diri sendiri, untuk terus bermanfaat bagi orang lain. Apakah nantinya ini menjadi tidak baik, tidak pula menjadi baik, pada bentuk akhirnya? Mari kita nikmati perjalanan itu sendiri.

Perseteruan Permasalahan dalam Kehidupan

Kita sendiri tidak betul-betul menguasai apa yang kita pahami. Tentang apa yang baik untuk hidup. Apa yang baik untuk manusia pada masa depan. Tentang bagaimana kehidupan memberikan pengaruh besar dalam pemikiran. Tentang hidup, tentang bagaimana menjalani kematian dengan baik. Belum lagi permasalahan-permasalahan kecil yang menjadikan pemikiran kita terkurung dalam pemikiran dasar tentang apa manusia, tentang bagaimana kondisi aman yang sebenarnya.

Apakah memang permasalahan-permasalahan yang ada akan berunjuk pada pengetahuan yang begini-begini saja. Tentu pengetahuan hanya bagian yang tidak terpikirkan untuk dapat diselesaikan. Apakah memang kita ini sedang tidak baik-baik saja dengan masalah-masalah yang ada. Bentuk permasalahan juga beragam, tapi bukankah sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan dia akan selalu ada sampai kita mati. Tentu apakah kematian hanyalah bentuk yang tidak menyenangkan untuk dipelajari. Untuk disinggahi dalam bentuk yang paling sederhana.

Bagaimana menghadapi chaos yang hari ini hadir sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari pengetahuan itu sendiri. Tidak pula menyenangkan kita selesai dengan begitu saja. Begitupun bentuk-bentuk permasalahan yang solusinya tidak pasti pada masa depan. Apakah kemudian kita hanya akan bergerak dalam wilayah yang tidak disangka-sangka? Ataukah sebenarnya kita siap untuk berseteru dengan masalah-masalah kehidupan?

Menulis Membaca, Merefleksikan Diri

Tidak ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni. Dibiarkan yang tak terucapkan, diserap akar pohon bunga itu~

Sapardi, Hujan Bulan Juni 1989.

Saat ini mungkin kita tidak bertindak. Tidak pula memberikan kesempatan diri untuk melihat kembali apa-apa saja yang baik untuk diri ini, untuk masa depan. Apakah semua ini merupakan bentuk dari kesombongan diri untuk menjadikan kehidupan kita tidak bermanfaat ke depan?

Menjadi diri, menikmati kehidupan yang begitu beragam, penuh dengan pelbagai ketidakpastian ke depan. Apakah nantinya ini akan tetap menjadi penting untuk kita selesaikan sebagai bagian dari kehidupan? Melalui membaca, melalui menulis setidaknya kita ini sebenarnya sedang tidak baik-baik saja. Merasakan semua isu sosial masyarakat yang akhir-akhir ini menjadi ketakutan. Apakah kamu tidak percaya terhadap Tuhan?

Segala keteraturan yang diimpikan manusia, segala kenyamanan yang baik untuk manusia tentu disertai dengan bentuk-bentuk pengharapan yang berujung pada ikhtiar. Tanpa melalui proses itu, sepertinya kita hanya bergerak dalam bidang-bidang yang tidak penting pada akhirnya. Tentu ini berimbas dengan apa yang kita pahami dalam kehidupan itu sendiri. Apakah kemudian pengalaman dalam menikmati hidup tidak bisa dilakukan? Membaca dan menulis merupakan usaha untuk secara teknis mengendapkan pengetahuan dari pemikiran yang begitu banyak. Dari wacana yang jauh panggang daripada api kenyataan. Toh akhirnya kita akan mengurusi akhir kehidupan kita dengan apa yang sudah kita biasakan. Giat pagi, giat siang, giat malam yang notabene sama.

Pada akhirnya dengan membaca dan menulis secara tidak sadar kita merefleksikan diri. Tentang apa yang sudah kita capai hari ini, tentang apa yang nanti menjadi rencana masa depan. Apakah kemudian kita tidak terbiasa untuk melakukan hal tersebut? Jelas ini akan berakibat fatal terhadap pemahaman kita tentang apa yang menarik. Tentang apa yang tidak menarik dalam kehidupan. Merepresentasi kehidupan tidak sekedar menunggu kematian, melewati kehidupan yang layaknya roller coster menjadikan kita bergerak dalam arah yang tidak pasti pada masa depan. Tentu ini berakibat pada keputusan-keputusan krusial untuk memahami kehidupan itu sendiri.

Apa yang penting untuk bisa kita selesaikan dalam membaca dan menulis?

Jadi, Mengapa Kita Harus Bergerak?

Toh pada akhirnya kita terjebak dalam keseharian hidup, yang nantinya menjadikan diri ini tidak berkembang. Bahkan untuk memikirkan masa depan. Membentuk diri saja terkadang tidak penting lagi pada akhirnya. Tentu ini berakibat pada pemahaman kita untuk menjadi manusia-manusia itu sendiri. Pengalaman keseharian yang terkadang tidak penting untuk diketahui, pemahaman manusia yang nantinya membentuk diri.

Apakah pada akhirnya kita ini sebenarnya membentuk diri untuk tidak diam, dan terus mempertanyakan apa yang penting dan apa yang tidak penting untuk masa depan? Apakah kemudian kita harus bergerak dalam wilayah yang tidak terdefinisikan sebagai manusia. Ataukah sebenarnya kita terjebak pada pemahaman manusia yang begini-begini saja? Ini merupakan pertanyaan mendasar mengapa kita sebagai manusia harus terus bergerak.

Alasan lain yang mungkin menjadikan kita tidak terpikirkan adalah keterjebakan kita pada masa dimana kita merasa kita bukan apa-apa. Kita bukan siapa-siapa. Toh kita memang hidup dengan cara kita masing-masing. Tentu dengan konsekuensi logis yang mengikutinya. Pada titik apa sebenarnya kita perlu mempertanyakan ulang tentang manusia. Tentang apa yang penting untuk diri kita, tentang apa yang baik untuk masa depan, dan pembelajaran seperti apa yang baik dari masa lalu.

Bagian yang Tidak Terpisahkan dari Hidup: Memilih

Ada yang memilih jalan intan untuk memahami sesuatu, tanpa tau sebenarnya ke arah mana pilihan itu akan berdampak pada dirinya. Ada orang yang memilih untuk menapaki jalan yang entah akan membentuknya kemana. Ada yang memilih untuk sesuatu yang tidak diketahuinya apa yang baik, apa yang buruk. Ada kebanggaan, ada penyesalan yang sama-sama datang ketika hasil dari pilihan kita tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan.

Sebenarnya berharap pada manusia adalah keniscayaan, pada akhirnya kekecewaan yang akan hadir menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pemikiran kita. Tentu ini akan berimbas pada apa yang kita tekuni, apa yang kita percayai sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan yang kita jalani saat ini. Pilihan-pilihan yang begitu beragam akan memberikan kita jalan untuk memilih jalan lain yang tidak penting. Toh pada masa depan, kita hanyalah bagian yang tidak penting bagi dunia.

Apakah memang sebenarnya kita ini sedang terjebak pada sistem pilihan yang nantinya memberikan kita gambaran penting untuk manusia. Menjadi yang tidak terbantahkan, dan tidak penting pada akhirnya. Apabila pilihan kita memiliki dampak yang mungkin kita perlu dapatkan, maka kita harus menerimanya sebagai sebuah konsekuensi logis atas apa yang kita pilih. Kemudian akan ada pilihan berikutnya yang selalu hadir. Mengikuti apa yang telah menjadi keputusan dalam hidup. Tentu ini juga memiliki konsekuensi logis lain. Apakah memang kita sebenarnya tidak penting, apakah kemudian kita tidak ingin terus berada dalam proses yang tidak baik ke depan? Toh akhirnya kita memiliki jalan pilihan hidup tersendiri.

Membentuk diri, menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pilihan-pilihan kita.

Genosida dan Doa-Doa Baik untuk Mereka

Israel cukup membabi-buta terhadap penyerangan terhadap Palestina. Bahkan kamp yang disuruh untuk amanpun dibombardir dengan pesawat. Siapakah dalangnya? Pemilik kekuasaan tertinggi dunia. Sedih? Ya, segala doa-doa baik untuk mereka terus dipanjatkan. Karena hanya dengan ini kekuatan terakhir yang dimiliki oleh umat Muslim yang sepertinya tidak melakukan apapun. Termasuk Indonesia.

Banyak kehidupan yang harus diperjuangkan. Banyak pengetahuan yang harus dikorbankan dalam perang ini. Kebutuhan manusia atas bentuk eksistensinya dihabisi. Palestina menderita, dan sebagai sorang Muslim, apabila dikatakan begitu, aku cukup prihatin, dan melakukan apapun yang bisa dilakukan untuk membantu Palestina. Apakah kemudian ini menjadi bukti bahwa sebenarnya PBB tidak memiliki kuasa penuh atas perdamaian dunia. Kemana dia sekarang? Retorika untuk berhenti, menghentikan dengan begitu kejam, dan terus menerus melihat kematian yang jelas tidak seimbang. Pertarungan ring ini seperti tidak penting untuk dilihat siapa yang menang atau siapa yang kalah.

Kemudian kita mengetahui bahwa pemikiran tentang bagaimana bentuk manusia yang khalifah tetap menjadi penting untuk dipikirkan. Genosida yang terjadi di Palestina merupakan dendam politis, dendam kuasa yang tidak semua orang paham apa yang sebenarnya terjadi. Nilai-nilai yang dibangun pada Palestina dihancurkan, diluluhlantakkan, tidak diberi kesempatan bernafas secara penuh oleh manusia-manusia yang berpikir bahwa mereka akan bisa terus menang. Kondisi politik ini juga selalu diiringi dengan bentuk manusia yang ikhlas untuk menjalani kehidupan itu sendiri. Kondisi di Palestina, apabila boleh dibayangkan, adalah kondisi ke Syurga atau harus bergerak menghindari serangan.

Memang pada akhirnya kita mengetahui perang Salib yang menghabisi ulama, dan pemeluk agama. Itu sebenarnya merupakan bentuk lain dari genosida. Tapi kemudian, apa tujuan Allah memberikan ijin untuk kematian orang-orang yang membela agama-Nya? Apakah berarti Allah kejam? Padahal doa-doa baik untuk manusia terus mengalir tanpa henti. Bukankah Allah sendiri yang bilang setiap doa akan dikabulkan, bagaimana doa untuk keselamatan Palestina. Mungkin ini juga memberikan gambaran bahwa kehidupan doa tidak berkutat pada wilayah dunia saja. Tapi juga memproyeksikan manusia pada titik tertentu.

Semoga Allah memberikan ampunan kepada hamba-Nya yang terus bergerak dalam kebaikan.